Monday, June 9, 2025

kadang obrolan selesai cuma dengan;
“hmm, ya baiklah...” atau “oh gitu…”
padahal udah siap banget nih mau cerita
saya nggak minta solusi, nggak minta dikuatin juga
cuma pengen ada yang dengerin,
yang bales,
yang bisa bantu keluarin unek-unek (mungkin dengan respon yang antusias, entahlah),
yang nggak bikin saya ngerasa sendirian banget di momen itu.

tapi yaudah sih…
mungkin emang nggak semua orang tau rasanya
pengen cerita tapi bingung mulai dari mana,
pengen marah tapi nggak ada yang salah,

akhirnya dipendem lagi,
kayak biasa.

ah dasar, emang saya aja yang ribet.
kebanyakan mikir, kebanyakan ngerasa.
padahal tiap orang juga punya masalah sendiri,
tapi mereka nggak berisik tuh.

Thursday, June 5, 2025

Surat Kecil Buat Si Anxious

Buat kamu yang selalu khawatir kehilangan.
Yang selalu takut ditinggal,
Yang merasa harus ngemis perhatian.


Yang sering mikir:
“Kalau aku terlalu manja, nanti dia ilfeel.”
“Kalau aku jujur soal perasaanku, nanti aku malah dimarahin.”

Padahal kamu cuma ingin satu hal:
disayang, diperhatiin, ditemani.


Tapi nggak ada yang tau...

Kalau di balik semuanya, kamu capek.
Capek mikir sendiri,
“Barusan aku salah ngomong ya?”
“Aku nyebelin gak sih tadi?”
“Kenapa dia tiba-tiba berubah? Apa aku salah lagi?”

Kamu pura-pura tenang.
Padahal di dalam hati, selalu ribut.
Selalu khawatir, selalu takut kehilangan orang yang kamu sayang.

Nggak ada yang tau...

Kalau kamu sering nangis diam-diam.
Sering ngetik panjang.. terus dihapus, karena takut dianggap lebay.

Kamu sering nggak bisa tidur cuma karena nunggu balasan pesan yang nggak kunjung datang.
Tapi kamu tahan… karena kamu nggak mau bikin dia merasa tertekan.

Dan nggak ada yang tau...

Kalau kamu merasa kesepian,
padahal punya seseorang yang kamu sayang.
Kamu nggak tau gimana caranya bilang,
“Aku butuh ditemenin, boleh?”

Karena sejak kecil, kamu diajari buat gak jadi beban.
Nggak boleh manja.
Nggak boleh banyak nuntut.

Kamu masih ingat, kan?
Waktu kecil kamu nangis,
tapi nggak ada yang datang.
Kamu pengen dipeluk,
tapi yang kamu terima cuma diam, atau marah.

Sampai akhirnya kamu belajar diam.

Belajar nggak berharap.
Belajar senyum meski rasanya pengen pecah.
Belajar bilang "aku gapapa" meski hatimu udah remuk.
Belajar nggak minta pelukan,
karena kamu takut nggak dikasih.
Takut dibilang drama.

Sekarang kamu tumbuh dewasa.
Tapi lukanya nggak kemana-mana.
Dia tumbuh bersamamu.
Berubah bentuk jadi caramu mencintai…
yang penuh kekhawatiran.


“Takut kalau kamu nggak sempurna, dia bakal cari yang lain.”
“Takut kalau kamu jujur, dia malah pergi.”
“Takut nggak ada yang sayang, bahkan kalo nggak se-efort itu.”


Jadi kamu kasih semuanya… bahkan sebelum diminta.
Kamu jaga perasaan dia, meski hatimu sendiri lagi terluka.
Kamu jadi “anak baik” yang selalu bilang “iya”,
Meski dalam hati kamu pengen banget bilang “aku kayaknya lelah.”

Mulai hari ini...
Coba peluk dirimu yang dulu.
Dirimu yang kecil, yang dulu cuma pengen satu hal: disayang, tanpa harus minta-minta.
Tarik napas.

Lepaskan pelan-pelan rasa takutmu:
Takut nggak cukup. Takut ditinggal. Takut dianggap beban.


Lihat dirimu sekarang.
Dengan mata lelah yang masih berharap dimengerti.
Dengan pundak kecil yang terlalu sering menahan tangis sendirian.

Lalu bisikkan ini pelan-pelan ke dalam hati:
“Kamu gak salah apa-apa.”
“Kamu layak dicintai, diyakinkan.”
“Maaf ya… selama ini kamu harus kuat sendirian.”

Tuesday, June 3, 2025

Isi Hati Terdalam Seorang Avoidant

Hai, aku si Avoidant.

Yang sering dianggap dingin.
Yang sulit percaya.
Yang selalu dianggap antagonis dalam hubungan karena sering bikin pasangan tersiksa.

Aku bukan tidak ingin dekat…
Aku cuma takut hancur lagi.
Takut trauma itu datang,
dan merobohkan apa pun yang sedang aku coba bangun.

Aku sering merasa tidak cocok sama siapa pun.

Punya hubungan rasanya bikin sesak.
Aku pikir, sendiri adalah tempat paling aman.
Sampai akhirnya aku benar-benar sendiri,
Dan sadar… ternyata itu juga menyakitkan.

Maaf kalau aku terlihat ramah ke banyak orang,

Padahal sebenarnya… aku cuma sedang mencari rasa aman.
Tapi sampai sekarang aku masih bingung.
Mana yang benar-benar peduli,
Mana yang hanya sebatas penasaran saja.

Jadi aku mencoba dekat ke beberapa orang
meski nggak ada yang bisa memberikan rasa aman.

Aku tahu..
Pasti banyak yang marah denganku.


Banyak yang kecewa karena sikapku yang menjauh,
Yang tiba-tiba hilang tanpa pamit.
Tapi kamu harus tahu…
Bukan karena aku nggak sayang.
Tapi karena aku nggak tahu,
Gimana caranya komitmen tanpa takut disakiti.

Aku terlalu hati-hati,
hingga tak sadar sedang menyakiti.

Dulu, waktu kecil

Aku pernah nangis,
Pernah minta dipeluk saat takut.
Tapi nggak ada yang datang.
Atau kalau pun ada…
Mereka datang sambil marah dan bilang,
“Jangan lebay."
"Jangan manja, nggak ada gunanya nangis.”


Lalu aku tumbuh dewasa

Di situ aku bertemu cinta pertamaku.
Seseorang yang bikin aku merasa aman untuk pertama kalinya.
Aku merasa dilihat, dimengerti.
Aku mulai membuka diri.
Aku ingin hidup bersamanya.

Tapi akhirnya dia pergi.
Dan bahagia bersama orang lain.

Sejak saat itu, aku tahu—
Percaya itu berisiko.
Kalau aku berharap, itu akan sakit.
Mencintai terlalu dalam bisa bikin aku hilang arah.

Sejak itu, aku jaga jarak.
Aku belajar untuk diam.
Untuk kuat sendirian.

"Aku nggak butuh siapa-siapa."

Bukan karena nggak peduli,
Tapi karena aku terlalu peduli.
Karena kalau aku terlalu jatuh,
lalu ditinggal,
Aku takut nggak bisa bangun lagi.

Makanya aku menjauh duluan.
Pura-pura cuek.
Pura-pura nggak peduli.

Padahal dalam hati aku panik,
Takut dia lihat sisi lemahku,
dan menjadi ilfeel.

Kadang aku iri.

Sama orang-orang yang bisa cerita apa aja.
Yang bisa bilang, “aku butuh kamu.”
Yang bisa nangis tanpa rasa malu.
Yang nggak dianggap nyusahin.
Yang bisa merasa aman dalam pelukan seseorang.

Aku nggak pernah diajari cara mencintai dengan tenang dan aman.

Yang aku tahu cuma;
Jangan terlalu dekat.
Jangan terlalu butuh.
Jangan terlalu berharap.

Tapi diam-diam…
Aku selalu berharap ada yang bilang:
“Kamu sekarang aman.”
“Kamu nggak harus kuat sendirian terus.”
“Kamu pantas dicintai, meski belum tahu caranya mencintai dengan benar, tanpa takut ditinggal.”

Dan ya, hidup terus berjalan.

Untuk kamu,
Yang pernah mencoba bertahan bersamaku—
Maaf..
Untuk semua perhatian yang tak kubalas.
Untuk semua usahamu yang kubiarkan sendiri.

Sekarang aku sadar,

Kamu nggak tergantikan.
Tapi mungkin…
Aku juga bukan lagi orang yang kamu inginkan.

Monday, June 2, 2025

Pulang Paling Sepi Adalah ke Diri Sendiri

Pernah nggak sih, kamu kabur dari kenyataan?

bukan karena lemah,
tapi karena dunia terlalu riuh
dan kamu cuma butuh satu tempat yang tenang?

Lalu lo memilih diam,
menutup mata,
dan mulai membangun dunia sendiri di kepala.
Tempat di mana semuanya terasa mungkin.
Kita bisa bahagia tanpa alasan,
utuh tanpa syarat,
dan bersama… meski di dunia nyata kita bahkan tak saling sapa.

Di sana, tidak ada luka yang menganga,
tidak ada kata yang melukai,
dan tidak ada kehilangan yang menyisakan ruang kosong.

Tapi yang sering kita lupa,
tempat itu cuma pinjaman.
Khayalan itu lembut…
tapi tidak tinggal lama.

Dan yang paling menyakitkan adalah
bukan karena ia tidak nyata,
tapi karena kita harus bangun,
kembali ke dunia yang kadang terasa asing
meski kita hidup di dalamnya setiap hari.

Kenyataan menunggu di luar pintu,
dengan tagihan, beban, dan kata-kata yang tak sempat kita jawab.
Ia menuntut kita untuk kuat —
meski hati kita masih ingin tinggal di mimpi yang belum selesai.

Ternyata,
segala yang terasa indah di kepala
bisa runtuh hanya dalam satu detik kesadaran.

Sesingkat itu ya…
Kita mencintai sesuatu yang bahkan tak pernah benar-benar ada.

Dan yang tersisa hanya hangat sesaat…
lalu dingin yang datang pelan-pelan.

Tuesday, March 11, 2025

Selamat datang di Klub Berduka.

Ada satu buku yang lagi saya baca. Menariknya, baru baca 8 halaman sudah bisa bikin saya menangis. Kira-kira begini rangkumannya:


"Selamat Datang di Klub Berduka.
Syaratnya cuma satu dan itu tidak menyenangkan, "kehilangan seseorang yang bermakna untuk kita."

Mungkin buat kamu ini enggak relate,  karena semesta yang menentukan kapan kamu akan bergabung di Klub Berduka.
Dan sekarang, semesta telah mengisi formulir pendaftaranku.

Ada 2 aturan untuk bergabung di Klub Berduka;
Pertama, jangan membandingkan duka satu orang dengan orang lain.
Kedua, jangan ajari orang cara berduka.

Oh iya, dalam klub ini kamu juga akan mengenal 2 tipe manusia; ada yang suka bercerita, dan ada juga yang lebih suka mendengarkan.
Enggak semua orang bisa satu frekuensi dengan yang kami bicarakan.
Gapapa, kami memaklumi itu.

Di sini kamu dibolehkan menangis, diizinkan menyesal, bahkan berteriak, dan memaki kalo itu bisa membuatmu merasa nyaman.
Setiap kehilangan adalah unik dan valid untuk kita sendiri.

Rasa sakit yang kami alami membuat kami berusaha mengerti rasa sakit orang lain.
Sekali lagi..
Selamat Datang di Klub Berduka."

Monday, March 3, 2025

Pada akhirnya semua akan ada di titik di mana
berdoa namun tidak meminta untuk didekatkan kepada siapa-siapa,
bersujud namun tidak untuk menyebutkan nama siapapun,
dan menangis bukan lagi karena mengingat seseorang,
melainkan hanya meminta yang terbaik menurut-Nya saja.

Saturday, March 1, 2025

Berhenti Menjadi Dewasa

Orang-orang bilang, bagian paling berat dari menjadi dewasa adalah dipaksa terus hidup,
meski dunia di dalam dirimu sedang runtuh pelan-pelan.
Duka harus disembunyikan di balik rutinitas.
Kesedihan dibungkam oleh tenggat waktu.
Dan kamu… harus tetap berjalan, entah kaki itu masih kuat atau tidak.

Hari ini, aku memilih berhenti.
Bukan berhenti bernapas, tapi berhenti menjadi ‘dewasa’
dalam definisi dunia yang kaku dan tanpa ruang untuk hancur.

Namaku Trah Renjana.
Dalam bahasa Sansekerta, namaku berarti garis keturunan yang membawa hasrat kuat pada perasaan — seperti rindu, cinta, atau luka yang tak kunjung sembuh.
Aku pekerja kreatif di ibukota,
dengan jam kerja yang kabur batasnya, seperti batas antara aku yang bekerja dan aku yang hidup.

Usiaku baru 30.
Dan di awal tahun ini, aku duduk di hadapan seorang psikolog yang menatapku lembut
lalu berkata pelan:
“Gimana kabar kamu hari ini?”

Tak ada yang terlalu istimewa dalam hidupku.
Sebagian gajiku selalu mengalir ke rumah — untuk orangtua dan kakak.
Jika ada sisa, kutabung... walau tak yakin masa depan macam apa yang menunggu.
Karena, jujur saja,
aku tidak pernah benar-benar punya rencana untuk hidup lama-lama di dunia ini.

Temanku tak banyak.
Katanya, berteman denganku seperti masuk ke dalam ruang yang terlalu sunyi.
Dan diamku sering disalahartikan.
Padahal aku diam bukan karena tak peduli —
aku hanya tak tahu bagaimana caranya berbicara tanpa membebani.

Kadang aku bertanya dalam hati,
kenapa ya, Tuhan terlihat lebih sering menyenangkan semua orang... tapi tidak aku?

Wednesday, February 12, 2025

Tersesat di Rimba Kenyataan

Kadang khayalan terasa seperti tempat paling aman.
Kita bebas berandai,
bebas berharap,
seolah dunia bisa ditulis ulang semau hati.

Tapi yang paling menyakitkan adalah saat mata kita terbuka—
dan sadar: semua itu hanya khayal.
Bukan nyata.
Bukan milik kita.

Ternyata, segalanya bisa secepat itu hilang.
Sesingkat itu, ya.

Saturday, February 1, 2025

Antara kita

Bingung harus mulai dari mana ya ceritanya..
Januari tuh berasa lama banget, tapi perubahan kita tuh cepet banget.
Mmm.. setelah kita pisah, aku sempet ada keadaan di mana aku bingung harus ngapain. Bingung komunikasi sebagai rekan kerja tuh gimana ya biar enak lagi? Bingung, tiba-tiba kamu berubah jadi dingin banget, bahkan untuk urusan kerjaan yang aku tanyakan. Padahal kamu atasan aku.


Kira-kira kamu inget nggak ya pernah bilang dengan penuh keyakinan kalau di kantor kita akan tetap sama aja, nggak ada yang berubah. Tapi tiap aku chat soal kerjaan, bahkan kamu udah nggak pernah pakai subjek lagi "kamu, atau nyebutin nama aku lagi". Bahkan di satu ruangan aja, kamu sadar nggak sih selalu anggap aku nggak ada.. kamu cuma sapa atau ngobrol sama yang lain, kecuali aku.

Kalian pernah gitu juga nggak sih merasa kangen seseorang, sedih karena seseorang, terus mikir, "dia mikirin gue juga nggak ya? Dia pernah nggak ya sedihin gue, kayak gue sedihin dia?" Termasuk saat tau dia lagi ada masalah keluarga, ataupun masalah sama perempuan barunya. 

Nah, itu yang ku rasain, sih. Kebingungan setelah saat itu kami memilih pisah. Nggak. Bukan kami, tapi cuma kamu yang mutusin hubungan ini lanjut atau nggaknya. Nyatanya, memang sampai saat ini aku belum ngasih jawaban setuju untuk berpisah, dan kamu tau itu. Sementara aku tau, kamu juga udah jadi milik perempuan lain.

Sebenarnya nggak gimana-gimana sih pasti buat kamu, tapi buat aku waktu kamu dateng ke hidup aku kayak ngasih warna, dan harapan-harapan yang aku lihat ada di mata kamu. Ternyata kamu nggak siap. I wish you were ready, but you were not.

Kamu bilang keadaannya too complicated, tapi kamu nggak pernah cerita apapun ke aku, sampai kamu menyimpulkan i deserve more. i deserve better. Tapi harusnya bukan kamu nggak sih yang berhak mutusin apa yang terbaik buat aku. It's not you, it's me. Jadi alasannya masih juga nggak make sense buat aku.

Sampai aku ketemu sendiri jawabannya, kalau kamu udah jalan sama perempuan lain menjelang pergantian tahun. Iya, kamu menyukai perempuan lain.

kadang obrolan selesai cuma dengan; “hmm, ya baiklah...” atau “oh gitu…” padahal udah siap banget nih mau cerita saya nggak minta solusi, ng...