Monday, May 5, 2014

Andai mereka mengerti



Beberapa orang sering bertanya..

“Renjana masih pacaran sama dia?”

“Masih”

“Kok? Janganlah. Mumpung masih belum terlalu jauh. Cari aja yang muslim, yang bisa membimbing kamu, yang satu penyembahan sama kamu.”

“Yaa walaupun saya dan dia belum terlalu lama menjalin hubungan dan itu pun kami ldr-an, tapi sejauh ini saya sayang dia. Ya walau seringkali kita membicarakan hal yang tidak sekata dan tidak se-iya yang berujung pada keyakinan pendapat masing-masing, tapi saya masih merasa nyaman sama dia. Disaat saya merasa kesal, saya ceritakan semua kepadanya. Berharap  mendapatkan respon yang baik, solusi yang memihak kepada saya walau.. kenyataannya itu semua selalu berbalikan dari jawabannya. Saya masih sayang dia. Dan sarannya? Saya pikirkan dan tetap saja saya ikuti  karena ada benarnya juga. Terkadang saya membutuhkan pendapat yang tidak selalu berada di pihakku, atau pendapat dengan kata-kata kasar sekalipun. Cuma dia yang nggak bermanis-manis saat semuanya harus dikatakan dengan jujur. Karena menurutnya, saya harus bisa menerima saran yang buruk atau bahkan dengen kata-kata kasar agar saya bisa menerima saran apapun dengan kondisi apapun juga. Justru dari dia saya mempelajari berbagai hal. Cuma dia yang saya anggap sebagai sahabat, pacar, dan musuh sekalipun.”

“Ya tapi kan yang muslim juga bisa bersikap seperti itu.”

“Yakin bisa? Kalaupun ada mungkin bukan di sini waktunya. Karena sejauh ini saya belum menemukan orang seperti dia. Atau jangan-jangan kenyataannya memang tidak ada?”

“Tapi gimana kalau perasaan ini semakin mendalam dan ke jenjang pernikaahan?”

“Well..sejauh ini saya belum berpikir sampai kesitu. Tiap kali masa depan meminta untuk saya raba, tetap saja saya tidak berani memikirkannya. Saya hanya berpikir, bagaimana saya bisa diterima oleh keluarganya. Bagaimana jika sebenarnya kedua orangtuanya yang ternyata tidak menyukai saya? Sebab yang saya tau ayahnya penganut jawa asli, ini bukan sekadar membicarakan soal keyakinan tapi lebih dari itu. Kepribadian. Saya selalu merasa tidak ada yang bisa dibangggakan dari saya.
Dan dari hati saya, saya lahir sampai nafas akhir akan tetap menjadi muslim. Saya merasa nyaman menyembah Tuhan dengan cara Islam, begitu pula {mungkin} dengan dia nyaman menjadi Katholik. Karena kami sendiri tidak pernah menanyakan soal kenyamanan dalam menganut kepercayaan masing-masing. Dan sebagaimana oranglain yang nyaman dengan kepercayaannya masing masing. Nggak akan ada yang mencoba mempengaruhi. Ini hubungan perasaaan dewasa, bukan hubungan multi level marketing yang menjalin relasi untuk menambah anggota 'perusahaan'. Dan seleluhur atau seagama bukan jaminan. Saya lebih percaya jaminan Tuhan. Tuhan yang saya percaya cuma satu untuk seluruh semesta.”

“Terus selama ini udah ngapain aja? Mendingan cari yang dekat bisa ketemu tiap hari, bisa kemana-kemana bareng.”

“Yaaa memang sih kalau melihat teman-teman yang pacaran bisa sering ketemu kapan aja itu bikin iri. Tapi nyatanya kita masih kuat kok menjalani kondisi seperti ini. semua dibawa santai aja, hidup kan nggak selalu sama pacar, berteman di mana-mana itu jauh lebih penting. Dan tenang aja, hubungan ini atas perasaan dan kewarasan. Tidak ada yang terlalu jauh yang dilakukan. Saya tidak pernah siap sampai saya menikah resmi.

Saya tidak yakin bila kami berpisah akan ada orang lain mau menerima kami dengan segala yang ada di pikiran kami, yang tidak sejalan dengan orang kebanyakan, dengan ide ide besar yang akan dianggap remeh dengan orang-orang yang nggak ngerti.

Kami punya terlalu banyak mimpi yang rasanya sayang bila dilewatkan begitu saja hanya karna pasangan tidak setuju. Kami melengkapi. Jadi tolong berhenti meminta kepada saya. Berhenti bertanya kepada saya. Biar kami jalani ini bersama.

Kalaupun hubungan kami sudah tidak bisa bersama, biarkan itu atas kehendak Tuhan. Atau sampai diantara kami berhenti dan merasa adanya ketidakcocokkan yang sudah tidak bisa diselesaikan lagi, atau sampai kami bertemu dengan orang yang jauh-jauh lebih tepat. Atau bahkan sampai salah satu dari kami meninggal dengan rambut beruban dan tubuh semakin merenta.” -Setidaknya sampai saat ini.

Monday, April 21, 2014

Tell me

Surat untuk kekasih,

Ketika aku menahan diri untuk memulai, ku rasa kau pun tak peduli
Egomu begitu besar, sementara ketakutan ku pun terlalu banyak
Seperti aku takut kalau-kalau kamu tidak takut kehilanganku
terlihat dari sikapmu

Aku tahu kamu terlalu lelah dengan keraguanku
Dan aku pun terengah-engah menjaga keyakinanku

Kalau kau mencari yang sempurna menurut versimu,
Maaf saja mengecewakan karena kau tidak melihatku begitu
Entahlah

Aku ingin kita yang seperti biasa
Namun bila kau sudah jerah, kau tau nomer telponku.
Kau tahu harus bagaimana

Ocehan kala hujan

Tanya saya tentang kesepian? Tentu saya bukan ahlinya. Karena masih banyak yang lebih tau seperti apa kesepian. Orang tua yang mulai kehilangan kebersamaan dengan anaknya, karena sang anak terus menerus tumbuh menjadi dewasa.

Istri atau suami yang saling kehilangan karena salah satu dari mereka tlah terpanggil sang illahi. Atau seorang anak yang merasa kesepian hidup sebatang kara karena kehilangan sebuah keidentitasannya dan terperangkap pedihnya kehidupan jalanan.

Tidak seberapa rasa yang saya rasakan dibanding mereka. Setelah melihat dan menulis beberapa hal di atas, rasanya memikirkan hal sebelumnya saya rasa seperti seorang pecundang. Hanya karena perasaan yang tidak nyaman, tidak ada teman yang bisa dihubungi bukannya tidak punya, saya hanya merasa janggal. 

Saya tidak tahu apa yang baik untuk saya perbincangkan. Saya juga tidak tahu bagaimana cara menyapa. Saya tidak yakin mereka senang menerima pesan dari saya. Akhir-akhir ini tersadar, saya bukan orang yang baik. Saya malu mempunyai perasaan seperti ini membuat saya ingin pergi dari sini dan memulai semuanya dari awal.

Saya punya teman baik, teman dari SMA. Mereka sudah pergi. Saya tidak mau minta maaf, karena memang bukan salah saya. Ini memang sudah masanya. Tapi,, sebenarnya hal ini bisa saja dicegah apabila saya tidak gengsi untuk menyapa duluan. Cih, makan tuh gengsi!

Saya punya teman-teman baik dikampus, tapi saya kemarin sibuk sendiri dan akhirnya menghilang dari kampus. Sampai sekarang rasanya tidak enak sendiri menghubungi mereka, saya terlalu takut dengan "kalau ada perlunya..."

Kembali ke sepi.
Tentu saja airmata saya mengalir karena mendramatisir. Saya ahli dalam hal itu. Sialan.
Saya mulai berpikir kalau dianya saya mulai merasa jenuh dengan hubungan ldr ini. Hampir genap satu tahun, saya rasa bukan waktu yang lama namun bukan waktu yang sebentar pula untuk tidak yakin.

Tidak tahu bagaimana mengakhiri atau membentuk kembali.
Saya bukan orang yang baik. Saya malu.
Saya meracau.
Atau saya kesepian?
Saya ingin teman.

Sunday, March 2, 2014

Jalan Pulang

Hai! Aku tau kamu sibuk dengan tugasmu di seberang kota sana. Aku tak mempermasalahkan jika andai saja kamu memberi ku pengertian sehingga tak muncul rasa kecurigaan ataupun keresahan di dalam batinku. Sebab hidupmu tak harus melulu tentang aku kan?

Aku juga tak ingin mengganggu aktivitas apapun yang kau sukai. Kita hidup hanya sekali, maka takkan ada kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya untuk kamu atau aku membuang-buang waktu kita yang berharga ini.

Namun aku harap sesibuk-sibuknya kamu, bila ada waktu luang sempatkanlah memberiku komunikasi walau hanya sekali dan tak selalu setiap hari. Sebab bagaimanapun aku butuh kabar untuk mematahkan semua ke luarbiasaanku dalam berpikir yang tanpa batas.

Jangan kau pikir karena kita pernah berhasil menghilang selama satu bulan lamanya tanpa komunikasi, lantas dengan ini kau tak memberiku kabar satu minggu lamanya dengan harap semua akan baik-baik saja. Aku berharap diriku ini sangat kuat, namun kenyataan berkata lain. Pikiranku masih saja tertuju padamu.

Aku harap kamu selalu ingat jalan pulangmu. Di saat kamu sudah lelah beraktivitas, di saat kamu sudah bosan dengan rutinitas yang ada, aku ingin kamu selalu ingat kepadaku.

Melepaskan semua beban dalam pikiranmu dan berbagi seutuhnya penderitaanmu kepadaku. Iya. Aku hanya tetap berharap kamu selalu ingat jalan pulangmu, Mas. Sebab pada akhirnya aku ingin kemanapun kamu berkelana  hanya aku yang kau butuhkan.

Thursday, February 27, 2014

Lenyap

Matahari sore akan segera hilang
Kamu tak kunjung datang
Langit berubah menjadi gelap
Dan ku sadari kamu tlah lenyap

nb: diatas atap

Tanyaku, semesta

Sudah beberapa bulan kita tak berjumpa, bisa-bisanya kita menjalin kasih tentang cinta
Hujan di kota ku membuat ku teringat kepadamu
Pertanyaan pun seringkali singgah dipikiranku
Akan tanya mendasar seperti halnya apa yang sedang kita alami
Jauh darimu selama ini tak membuatku menjadi seorang yang kuat
Pada kenyataannya aku sering terjebak pada ketakutanku sendiri
Ketakutan itu datang setiap malam di kala aku ingin bertemu mu didalam mimpi
Satu-satunya yang hanya bisa aku lakukan, menjamahmu dalam bunga tidurku

Ketika pertama kali melihatnya, aku bersumpah bahwa kau jurang kerinduanku selama ini
Bertemu denganmu adalah hal yang selama ini aku nanti-nantikan
Mendengar suaramu adalah kata yang ditunggu-tunggu oleh telingaku
Agar membangunkan ku dari mimpi yang selama ini hanya terjadi padaku
Genggaman tangan mu adalah sesuatu yang aku idam-idamkan
Sementara pelukanmu adalah kenyamanan yang aku butuhkan
Tapi..semua itu hanya ada di angan-anganku
Pada kenyataannya pertemuan kita tak menjadikan mimpi-mimpiku nyata
Aku menunggu hingga sabar, sampai pada akhirnya waktu memberikan jawabannya.
Entah. kita ini nyata atau hanya sekedar tanya.

kadang obrolan selesai cuma dengan; “hmm, ya baiklah...” atau “oh gitu…” padahal udah siap banget nih mau cerita saya nggak minta solusi, ng...