Sejarah. Sejarah yang mungkin sudah dilupakan oleh kawan-kawanku. Sejarah yang mungkin saat ini hanya terdengar seperti dongeng belaka. Dongeng negriku sendiri. Melalui buku ini, aku banyak mengerti tentang kondisi bangsaku saat itu. Mengerti juga harus memahami. Berikut beberapa point yang membuat ku banyak belajar, salah satunya:
1."Kau seorang terpelajar! seorang terpelajar harus adil. adil sudah sejak dalam pikiran."
kata-kata ini menjadi cerminan bagiku, betapa penulis ingin memperingatkan kepada kita, bahwa kita sebagai seorang terpelajar, sebagai orang yang beruntung karena mampu merasakan bangku pendidikkan harus bisa bersikap adil sejak dalam pemikiran. Maksudnya kita tidak boleh menghakimi orang karena melihat keburukkannya dari luar saja tanpa tahu alasan yang sebenarnya. Atau bahkan kita menjudge oranglain yang sebelumnya tidak pernah kita kenal. Sekalipun itu baru ada di pikiran kita sendiri.
2. Pepatah Belanda mengatakan : "pohon tinggi selalu dapat banyak angin. kalau tuan segan menerima banyak angin, jangan jadi pohon tinggi."
Pada bab ini, aku mengambil kesimpulan bayangkan jika pohon tinggi itu adalah kesuksesan, dan banyak angin itu dapat diartikan dengan banyaknya tuntutan. Di bab ini ada seorang tokoh yang bernama minke. Dia pemuda pribumi yang mendapat kesempatan untuk sekolah dengan orang-orang peranakan (pribumi dan kolonial). Minke yang dihormati oleh orang-orang bangsa kolonial karena kecerdasannya dalam penulisan dan juga berbahasa, mendapat banyak tuntutan dari orang-orang pribumi. Orang-orang pribumi yang menaruh banyak harapan dari seorang minke yang kelak akan mengubah nasib bangsa ini.
3. "Menulislah dengan bahasa negeri dan bangsamu, bukan pada negeri dan bangsa oranglain (eropa). Hidup pribumi sangat sunyi (tidak pernah bicara dengan manusia dan dunia diluar dirinya) hidupnya berputar siang-malam pada satu sumbu, dalam ruang dan lingkaran yang sama.
1."Kau seorang terpelajar! seorang terpelajar harus adil. adil sudah sejak dalam pikiran."
kata-kata ini menjadi cerminan bagiku, betapa penulis ingin memperingatkan kepada kita, bahwa kita sebagai seorang terpelajar, sebagai orang yang beruntung karena mampu merasakan bangku pendidikkan harus bisa bersikap adil sejak dalam pemikiran. Maksudnya kita tidak boleh menghakimi orang karena melihat keburukkannya dari luar saja tanpa tahu alasan yang sebenarnya. Atau bahkan kita menjudge oranglain yang sebelumnya tidak pernah kita kenal. Sekalipun itu baru ada di pikiran kita sendiri.
2. Pepatah Belanda mengatakan : "pohon tinggi selalu dapat banyak angin. kalau tuan segan menerima banyak angin, jangan jadi pohon tinggi."
Pada bab ini, aku mengambil kesimpulan bayangkan jika pohon tinggi itu adalah kesuksesan, dan banyak angin itu dapat diartikan dengan banyaknya tuntutan. Di bab ini ada seorang tokoh yang bernama minke. Dia pemuda pribumi yang mendapat kesempatan untuk sekolah dengan orang-orang peranakan (pribumi dan kolonial). Minke yang dihormati oleh orang-orang bangsa kolonial karena kecerdasannya dalam penulisan dan juga berbahasa, mendapat banyak tuntutan dari orang-orang pribumi. Orang-orang pribumi yang menaruh banyak harapan dari seorang minke yang kelak akan mengubah nasib bangsa ini.
3. "Menulislah dengan bahasa negeri dan bangsamu, bukan pada negeri dan bangsa oranglain (eropa). Hidup pribumi sangat sunyi (tidak pernah bicara dengan manusia dan dunia diluar dirinya) hidupnya berputar siang-malam pada satu sumbu, dalam ruang dan lingkaran yang sama.
Hidup yang tak tertahankan. Siapapun yang menyadari ini patut mengajaknya bicara, maka menulislah aku, seorang yang bicara pada banyak orang melalui bahasa negerimu sendiri tentunya.
Ini merupakan lanjutan dari bagian nomer dua tadi. Seperti yang aku bilang sebelumnya minke sangat mahir menulis, namun ia menulis dengan bahasa Belanda yang tentunya hanya dibaca oleh orang-orang kolonial. Sedangkan bangsanya sendiri? Mana mungkin mereka tahu bahasa belanda, bersekolah saja mereka tidak.
Ini merupakan lanjutan dari bagian nomer dua tadi. Seperti yang aku bilang sebelumnya minke sangat mahir menulis, namun ia menulis dengan bahasa Belanda yang tentunya hanya dibaca oleh orang-orang kolonial. Sedangkan bangsanya sendiri? Mana mungkin mereka tahu bahasa belanda, bersekolah saja mereka tidak.
Melalui temannya yang bernama kommer, ia menjelaskan bahkan menuntut minke untuk menulis dengan bahasa melayu, bahasa negerinya sendiri. Biar rakyat Indonesia mengerti akan dunia dan mampu bangkit dari penjajahan kolonial.
4. "Dengan menulis, suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." Kata-kata ini semakin membuatku bereuphoria sendiri, karena mengingatkanku akan cita-cita yang takut aku capai. Yaa menulis. Aku ingin sekali menjadi seorang penulis. Dengan menulis kita mampu berbicara pada orang banyak.
Aku berharap kawan-kawan juga mulai menulis. Menuliskan sejarahnya sendiri yang kelak akan abadi dikemudian hari. Jangan lupakan juga menulis tentang bangsa kita saat ini, yang mungkin akan berpengaruh besar dikemudian hari. Menjadi sejarah baru untuk bangsa Indonesia.
4. "Dengan menulis, suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." Kata-kata ini semakin membuatku bereuphoria sendiri, karena mengingatkanku akan cita-cita yang takut aku capai. Yaa menulis. Aku ingin sekali menjadi seorang penulis. Dengan menulis kita mampu berbicara pada orang banyak.
Aku berharap kawan-kawan juga mulai menulis. Menuliskan sejarahnya sendiri yang kelak akan abadi dikemudian hari. Jangan lupakan juga menulis tentang bangsa kita saat ini, yang mungkin akan berpengaruh besar dikemudian hari. Menjadi sejarah baru untuk bangsa Indonesia.
"Hanya bangsa jajahan sendiri yang tahu kebutuhan negeri dan bangsanya sendiri."
Anak Semua Bangsa - Pramoedya Ananta.
Anak Semua Bangsa - Pramoedya Ananta.