Tuesday, March 11, 2025

Selamat datang di Klub Berduka.

Ada satu buku yang lagi saya baca. Menariknya, baru baca 8 halaman sudah bisa bikin saya menangis. Kira-kira begini rangkumannya:


"Selamat Datang di Klub Berduka.
Syaratnya cuma satu dan itu tidak menyenangkan, "kehilangan seseorang yang bermakna untuk kita."

Mungkin buat kamu ini enggak relate,  karena semesta yang menentukan kapan kamu akan bergabung di Klub Berduka.
Dan sekarang, semesta telah mengisi formulir pendaftaranku.

Ada 2 aturan untuk bergabung di Klub Berduka;
Pertama, jangan membandingkan duka satu orang dengan orang lain.
Kedua, jangan ajari orang cara berduka.

Oh iya, dalam klub ini kamu juga akan mengenal 2 tipe manusia; ada yang suka bercerita, dan ada juga yang lebih suka mendengarkan.
Enggak semua orang bisa satu frekuensi dengan yang kami bicarakan.
Gapapa, kami memaklumi itu.

Di sini kamu dibolehkan menangis, diizinkan menyesal, bahkan berteriak, dan memaki kalo itu bisa membuatmu merasa nyaman.
Setiap kehilangan adalah unik dan valid untuk kita sendiri.

Rasa sakit yang kami alami membuat kami berusaha mengerti rasa sakit orang lain.
Sekali lagi..
Selamat Datang di Klub Berduka."

Monday, March 3, 2025

Pada akhirnya semua akan ada di titik di mana
berdoa namun tidak meminta untuk didekatkan kepada siapa-siapa,
bersujud namun tidak untuk menyebutkan nama siapapun,
dan menangis bukan lagi karena mengingat seseorang,
melainkan hanya meminta yang terbaik menurut-Nya saja.

Saturday, March 1, 2025

Berhenti Menjadi Dewasa

Orang-orang bilang, bagian paling berat dari menjadi dewasa adalah dipaksa terus hidup,
meski dunia di dalam dirimu sedang runtuh pelan-pelan.
Duka harus disembunyikan di balik rutinitas.
Kesedihan dibungkam oleh tenggat waktu.
Dan kamu… harus tetap berjalan, entah kaki itu masih kuat atau tidak.

Hari ini, aku memilih berhenti.
Bukan berhenti bernapas, tapi berhenti menjadi ‘dewasa’
dalam definisi dunia yang kaku dan tanpa ruang untuk hancur.

Namaku Trah Renjana.
Dalam bahasa Sansekerta, namaku berarti garis keturunan yang membawa hasrat kuat pada perasaan — seperti rindu, cinta, atau luka yang tak kunjung sembuh.
Aku pekerja kreatif di ibukota,
dengan jam kerja yang kabur batasnya, seperti batas antara aku yang bekerja dan aku yang hidup.

Usiaku baru 30.
Dan di awal tahun ini, aku duduk di hadapan seorang psikolog yang menatapku lembut
lalu berkata pelan:
“Gimana kabar kamu hari ini?”

Tak ada yang terlalu istimewa dalam hidupku.
Sebagian gajiku selalu mengalir ke rumah — untuk orangtua dan kakak.
Jika ada sisa, kutabung... walau tak yakin masa depan macam apa yang menunggu.
Karena, jujur saja,
aku tidak pernah benar-benar punya rencana untuk hidup lama-lama di dunia ini.

Temanku tak banyak.
Katanya, berteman denganku seperti masuk ke dalam ruang yang terlalu sunyi.
Dan diamku sering disalahartikan.
Padahal aku diam bukan karena tak peduli —
aku hanya tak tahu bagaimana caranya berbicara tanpa membebani.

Kadang aku bertanya dalam hati,
kenapa ya, Tuhan terlihat lebih sering menyenangkan semua orang... tapi tidak aku?

kadang obrolan selesai cuma dengan; “hmm, ya baiklah...” atau “oh gitu…” padahal udah siap banget nih mau cerita saya nggak minta solusi, ng...